Tuesday, December 30, 2008

Bisnis Home Stay


Oleh Dibyo Primus

Tahun baru tinggal beberapa saat lagi. Kemeriahan untuk menyambutnya sudah beberapa hari terasa, dari banyaknya penjual terompet sampai penuhnya kamar hotel. Kreativitas muncul di sana-sini, mulai dari rayuan diskon yang digelar pusat perbelanjaan hingga over kreatifnya perajin terompet yang mendisain terompet dengan bentuk, ikan, gitar sampai Sponge Bob.
Memang banyak cara orang menyambut tahun baru, ada yang memilih ke pantai, ke gunung, ada juga yang memilih berada di tengah keramaian kota. Semua satu tujuan yakni melewati detik-detik pergantian tahun dengan suka cita, tak peduli dengan energi apa yang akan dibawa matahari pagi hari tanggal 1 Januari.
Melihat sulitnya mencari tempat menginap bagi para wisatawan mendorong Pak Adjie untuk menyulap salah satu rumahnya jadi home stay alias losmen dadakan. Naluri bisnis Pak Adjie memang tajam, di mana ada peluang di situ ada uang, begitulah motto hidupnya.
Samin dimintai bantuan untuk membersihkan rumah termasuk memangkas rumput agar tampak rapi. Tanaman hias ditata ala hotel bintang lima, beberapa bunga artifisial diletakkan di sudut-sudut yang peka dipandang mata. Pengalaman sebagai gardener dan pernah ikut rewang desain interior memudahkan Samin melakukan semua itu. Meskipun ahli taman, tapi di rumahnya sendiri tamannya berantakan. Ini memang lazim terjadi, rumah tukang bangunan belum tentu megah, rumah pelukis belum tentu berhias lukisan, montir mobil belum tentu punya mobil, dokter belum tentu rumahnya bersih atau satpam belum tentu rumahnya aman. Yang jelas berkat kerja keras selama 2 hari rumah Pak Adjie berubah jadi home stay yang nyaman dan asri. Dan, biar kelihatan njawani diberi nama “Nggaluh”, meskipun lidah Inggris sulit melafalkannya tapi nama-nama klasik di mata orang barat dianggap menarik.
“Nah mulai besok kamu bisa cari tamu,” kata Pak Adjie penuh optimistis.
“Siap, Pak Adjie. Tapi, untuk upah tenaga bersih-bersih dibayar sekarang ya?” Samin menuntut haknya. Itu dilakukan karena Pak Adjie sendiri yang ngajari kalau kerja itu harus professional, jadi begitu kerja selesai ya konsekuensinya harus segera dibayar. Bahkan agama mengajarkan untuk membayar buruh sebelum kering keringatnya. Kenyataan yang sering kita temui adalah para juragan memerintah dengan dalih profesionalisme sementara ketika tiba saatnya harus membayar tiba-tiba hilang jiwa profesionalisme itu. Gajian kok di-delay.
“Nih....saya bayar satu hari dulu. Jangan lupa ada bonus uang kalau kamu berhasil menggaet wisatawan asing ke home stay ini,” seru Pak Adjie.
“Wah…sekarang ini sulit membedakan wisatawan asing dengan domestik, soalnya kalau dulu dilihat dari warna rambutnya aja sudah dapat dibedakan; lha sekarang orang ngamen aja rambutnya banyak yang di cat pirang,” sanggah Samin.
“Lihat warna kulitnya!” jawab Pak Adjie.
“Kulit juga begitu Pak Adjie. Banyak orang kita yang kulitnya putih-putih.”
“Ya… kalau ciri yang lain adalah ukuran tubuhnya lebih besar dari kamu.”
“Tapi, kalau wisatawannya masih anak-anak gimana?”
“Kamu tes dengan bahasa Jawa pasti nggak bias.”
“Payah, Pak. Nggak harus orang asing, orang Jawa aja kalau dites bahasa Jawa banyak yang gedhek. Sekarang kan banyak wong jawa ilang jawane.”
Pak Adjie mulai kuwalahan menjelaskan Samin yang selalu ngeyel, tapi, sebisa mungkin perasaan itu ia pendam. Takut kalau Samin ngambeg dan nggak mau mencari tamu.
“Pokoknya kalau orang mengatakan dia bule.berarti itu yang harus kamu rayu agar bisa menghuni kamar-kamar ini,” kata Pak Adjie.sambil menyerahkan kunci home stay ke Samin.
Samin berpikir keras agar bisa mendapatkan uang bonus sebagaimana dijanjikan Pak Adjie. Ditinjau dari lokasinya memang susah untuk mengajak tamu menginap di rumah itu.
“Yessss…aku dapat ide. Target tercapai bonus tergapai!” kata Samin dalam hati.
Kesokan harinya Samin sudah berada di depan home stay dengan wajah berseri. Selang beberapa lama Pak Adjie lewat.
“Lho…kok belum cari tamu. Pengen dapat bonus nggak?” ujar Pak Adjie.
“He…he bukan Samin namanya kalau nggak bisa menunaikan tugas,” jawab Samin membanggakan diri.
“Jadi, kamar-kamar sudah terisi. Wah nggak rugi kerjasama dengan kamu, Min.”
“Berhubung tugas sudah selesai, maka saya minta bayaran tenaga yang terutang sekaligus bonus menggaet bule!”
Saking bangganya Pak Adjie langsung memberikan beberapa ratus ribu. Samin menerima uang itu dan mengkibas-kibaskan kearah hidungnya.
“Lumayan buat tahun barunan”ungkapnya puas.
Tiba-tiba dari arah home stay terdengar bunyi, “Mowww…moowww…”
Pak Adjie terperanjat, “Suara apa itu, Min?”
Samin yang sebenarnya sudah pamitan terpaksa menghentikan langkah.
“Kata Pak Dukuh sih itu bule. Saya percaya aja soalnya mereka juga nggak bisa bahasa Jawa,” jawab Samin.
“Dasar gemblung. Bule yang saya maksud itu bukan itu..!!!!”
“Lho..ciri-cirinya kan sudah seperti yang sampeyan terangkan, ta?”
Pak Adjie memukul-mukul kepalanya sendiri, jengkel karena bukan tamu yang dimasukkan ke kamar melainkan kerbau bule yang ternyata milik Pak Dukuh.
“Sudah ya Pak Adjie saya mau ke Pak RT karena tamu 1x24 jam harus lapor,” kata Samin pamitan.sembari membunyikan terompet yang mau dipakai pesta malam tahun baru besok..

Dibyo Primus, adalah salah seorang pelawak yang juga aktif di berbagai kesenian lain, tinggal di Yogyakarta.

0 comments:

Pelawak Indonesia Popular

Pelawak Indonesia Popular